VaRry.: Pengendalian Diri

Ntah mengapa dua minggu terakhir semakin mendekati ke hari pertunjukan, semakin aku merasakan api itu berkobar2 dalam diriku. Seperti sebuah gunung merapi yang mau meletus. In a good way.

Semua shield dan guard pribadi aku sudah hilang dan tidak ada lagi pertanyaan ‘Siapakah diriku sebenarnya?’ namun sekarang pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan ‘Apa yang bisa aku lakukan untuk teman2? Apa yang bisa aku lakukan untuk pertunjukan ini?’

Rasa rindu ketika kelas akting itu berakhir selalu datang menghampiriku setiap hari Senin, selasa, rabu, kamis, jumat.. dan akhirnya Sabtu.

Terutama hari Senin. Duh, rasanya seperti waktu ini ingin dipercepat saja. Seperti sedang kasmaran. Ingin bertemu sang kekasihnya lagi hari Sabtu.

Ntah mengapa aku merasa begitu.

Cara mengobati aku pun, akhirnya aku agak bawel di group. Di group WA kelas akting kami, mengingatkan teman2 untuk mengisi form availibility mereka, rencana2 latihan kedepan, dan beberapa latihan yang aku akan berikan.

Tapi kemudian, semangat itu di tempa oleh Suhu yang mengingatkan bahwa naskah lakon Lear Ini bukanlah realis tapi lebih ke feminist atau semacamnya. Dan bagiku itu menyadarkanku kembali akan keinginan pribadi ku untuk membuat baper para penonton tapi again, bukanlah aku yang punya say.

Banyak yang ingin aku sampaikan. Kepada Suhu, kepada teman2, ke pada teman2 secara pribadi mengenai apa efeknya dari apa yang sudah aku berikan. Mungkin disitu ada sedikit miskomunikasi atau apa aku tak tahu.

Tapi yang jelas hari ini aku harus diam.

Be still.

Walau api semangat di hati membara, rasanya aku harus segera menuliskan perasaanku ini dalam blog dan segera kembali membaca naskah dari awal, sesuai dengan tugas yang telah diberikan Sutradara.

Vania:

Asst. Sutradara / Stage Manager / Training / Tata Pentas / Lighting Plot / Pendoa / Penziarah / Satu lagi mungkin, Makeup.

Aku sadar tugasku tidaklah mudah, tapi aku sangat senang melakukannya.

Saking senangnya, dan merasa bahwa teman2 sekalian sudah menerima aku apa adanya, kadang terkesan berlebihan. Walau maksudnya aku baik. Maksudnya aku hanya ingin membantu.

Dulu, hal tersebut menjadi sebuah lingkaran yang tak henti.

Lingkungan baru – observasi – personal shield – same common thing – acceptance / gak di accept – klo acceptance dan org udah mulai ngerti klo gue butuh words of affirmation atau validasi – i feel at home – semangat itu semakin membara dan I’m striving to do my best karena aku merasa di terima. — ketika aku merasa di terima, sering kali aku mulai terbuka dan menunjukan who I really am – and kadang hal itu keliatan a bit too much or over the top atau overuled — trus dari situ aku mulai merasa ada silence treatment dan teman2 antara menerima atau menjauhi – biasanya kalau aku gak tahan atau ada sense of understanding dan pengertian yang keluar outcomenya adalah ‘salah kaprah’ ‘salah tempat’ dan ‘miskomunikasi’ — setelah itu aku merasa orang mulai ngejudge aku dan akhirnya aku menutup diriku kembali.

hal itu seperti lingkaran setan. Dari yang aku mulai terbuka, comfortable with my self, then people start to judge, then I closed off.

Biasanya aku bisa ngerasain / sensitif about it / like there’s a feeling about it. Yang akhirnya mengharuskan aku untuk mengendalikan diri. kalau dulu aku kurang peka, sehingga banyak yang menjudge atau aku rasakan kejanggalan itu.

Tapi dikelas ini beda. I am super thankful to have four new brothers  and sisters plus a mentor who I can always ask question to, in this class and you know who you are.

Who reminded me to be my self and that my authenticy is unique and that they learned a lot from me.

and for that, I thank you. It means a lot.

Leave a comment